Sampah: Merawat Kepedulian, Memprovokasi Aksi
Jika
kita meneropong realitas tempat kita berpijak, mengais rejeki, dan pancaran
kebahagiaan, tentu kita menemukan tempat-tempat yang sedikit ternoda oleh
pelbagai sampah yang tersebar dan berserakan di mana-mana. Ambil contoh
mengenai realitas di wajah ibu kota, kita akan menemukan sampah-sampah “liar”
di segala tempat, bahkan sungai juga menjadi tempat sampah favorit warga ibu
kota. Bahkan, sangat aneh jika kita melewati suatu daerah di ibu kota yang bebas
sampah, hal itu bukanlah pemandangan positif atau prestasi luar biasa,
melainkan seperti suatu mujizat yang terjadi, sangat kontras dengan realitas
ibu kota.
Bukah
hanya wajah ibu kota yang sudah ternoda oleh pelbagai sampah, dua bulan yang
lalu bangsa Indonesia digegerkan oleh berita kematian paus jenis sperma wales,
dengan panjang 9,5 m dan lingkaran badan 437 cm, di perairan Wakatobi, Sulawesi
Tenggara (Kompas.com 20/11/2018). Setelah ditelisik lebih dalam, penyebab
kematian paus tersebut yakni paus menelan sampah-sampah plastik yang sulit
dicerna. Sampah-sampah plastik tersebut mempunyai bobot 5,9 kg. Berita
tersebut, selain menggemparkan, juga sangat menyedihkan karena dapat kita
ketahui bahwa segala tempat, baik di darat, juga di laut, sudah menjadi tempat
pembuangan sampah sembarangan. Tak heran, bukan hanya di daratan yang sudah
ternoda, laut juga sudah tercemar oleh sampah-sampah. Berita kematian paus dan
melihat realitas ibu kota melahirkan gejolak, kecemasan, kepedulian dalam diri
penulis, sehingga memantik penulis untuk menulis dan berteriak menolak
pembuangan sampah secara liar dan mewujudkan cita-cita masyarakat bebas sampah!
Meneropong Akar
Masalah
Masalah sampah sudah menjadi hal yang
biasa. Pelbagai seminar bebas sampah di segala penjuru tanah air sudah
dilakukan, ribuan perbincangan masalah sampah di meja diskusi masih terus
dilaksanakan, juga pelbagai aksi nyata memilih sampah, gotong royong
membersihkan selokan, dll, sudah diwujudkan. Akan tetapi, pelbagai cita-cita
mulia tersebut masih merupakan impian belaka, bahkan belum sepenuhnya terwujud.
Penulis juga sudah mengikuti seminar, diskusi dan aksi nyata, namun semua
cita-cita masyarakat bebas sampah itu masih belum terwujud, terasa masih sangat
jauh. Hal inilah yang memancing penulis untuk mencoba meneropong realitas,
sehingga dapat melihat lebih jauh akar masalah yang ada, yang menyebabkan
cita-cita di atas belum terwujud.
Menurut
teropong penulis, akar permasalahan sangat sederhana, yang disebabkan oleh
setiap individu, yaitu minimnya sikap peduli dalam diri setiap individu. Hal
ini membuat sikap peduli semakin merosot, miskin! Kepedulian terhadap masalah
sampah, misalnya di ibu kota, menjadi tanggung jawab petugas kebersihan saja,
juga pihak-pihak lain yang bertugas. Sedangkan masyarakat lainnya asik bermain
dengan keegoisan yang semain tinggi. Dengan demikian, sikap peduli semakin
merosot dalam realitas hidup kita, sehingga tak heran masalah di atas masih
bergulir dalam hidup kita, tanpa jalan solusi!
Memprovokasi Aksi
Jika kita menarik benang sejarah,
pemerintah Indonesia sudah bijak menangani masalah sampah, yaitu mengeluarkan
UU No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Pasal 1 menyuarakan bahwa pengelolaan
sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Sampah yang dikelola yaitu sampah
rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga (kawasan industri, kawasan
khusus, dan fasilitas umum), dan sampah spesifik (sampah beracun), suara pasal
2.
Bunyi kedua pasal di atas sangat
gamblang menerangkan bagaimana mengelola sampah. Harus sistematis! Mengelola
sampah dilakukan secara teratur, juga tersetruktur, serta menyeluruh, baik di
dalam rumah, maupun di lingkungan sekitar yang meliputi segala sektor kehidupan
kita, dan kontinuitas, dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan
terhadap jenis-jenis sampah di atas. Dengan demikian, mengelola sampah secara sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan, cita-cita masyarakat bebas sampah dapat terwujud.
Ketentuan pidana bagi yang melanggar
juga terselip dalam UU tersebut, Pasal 40 (1) berbunyi pengelola sampah yang
secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah
dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran
lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah). Tidak hanya peraturan bagi
pengelola sampah secara liar, AD (48), warga kota Bandung, Jawa Barat, mengaku
kapok dan berjanji tidak membuang sampah sembarangan. AD membayar denda Rp
500.000,00 setelah terbukti melanggar pasal 49 ayat (1) peraturan daerah kota
Bandung No.3 tahun 2005 tentang penyelenggaraan ketertiban, kebersihan, dan
keindahan, sebagaimana telah diubah ke perda No.11 tahun 2005 (Kompas.com
5/10/2018).
Contoh AD di atas memberikan warna
dari kebijakan pemerintah yang sangat tegas terhadap sikap masyarakat yang
membuang sampah sembarangan. Alhasil, melalui peraturan tersebut, AD tobat.
Kebijakan perda kota Bandung dapat menjadi cerminan bagi daerah-daerah lainnya,
sehingga dapat merangsang masyarakat dan memprovokasi aksi nyata, yaitu tidak
membuang sampah sembarangan.
Pintu Solusi
Masalah
sampah masih terus terjadi, baik hari ini, maupun hari esok. Bahkan pelbagai
diskusi, seminar, aksi-aksi nyata masyarakat bebas sampah masih terus
dilakukan. Akan tetapi, pelbagai aksi positif tersebut belum juga mencapai
titik solusi akhir. Penulis ikut menyuarakan solusi agar kita semua hidup tanpa
bayang-bayang masalah sampah. Menurut hemat penulis, solusi sederhana yang
ditawarkan yakni merawat kepedulian bersama. Dengan saling peduli terhadap
masalah sampah yang terjadi di tempat kita, merawat kepedulian, setidaknya
dapat menghapus bayang-bayang masalah sampah dalam kehidupan sosial. Kedua,
pemerintah sebaiknya mematok sanksi yang tegas dan “keras” terhadap tindakan
pembuangan sampah sembarangan. Ketiga, penulis mengajak kita semua, khususnya
pembaca, untuk menuju pintu solusi agar kita dapat keluar dari ruang masalah
yang ada menuju suatu kehidupan bersama yang lebih baik, yaitu mewujudkan aksi
nyata atau mempraktekan hidup bebas sampah dalam hidup sehari-hari. Salam!
0 Comments:
Post a Comment